KINERJA BIDAN DALAM DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO HIV/AIDS
Agus Setyo Utomo1
1Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, agushealth@gmail.com
ABSTRAK
Salah satu peran bidan dalam PMTCT yaitu deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS, namun peran ini belum dilaksanakan oleh semua bidan. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja bidan dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS. Pendekatan secara cross sectional pada 79 responden dengan wawancara dan pengamatan langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan adalah beban kerja (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), persepsi terhadap supervisi Dinas Kesehatan (p=0,000), motivasi (p=0,000) dan sikap (p=0,000). Variabel yang berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja adalah beban kerja, persepsi bidan terhadap supervisi dinas kesehatan, motivasi dan sikap.
Kata Kunci : Bidan, Kinerja, Deteksi Dini Faktor Risiko HIV/AIDS
PENGANTAR
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang menurunkan kemampuan sistem kekebalan tubuh manusia, Sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV inilah yang disebut Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). AIDS dapat membawa dampak yang menghancurkan, bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan. Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui tiga jalur utama yaitu melalui hubungan seksual berrisiko, paparan dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi (misalnya penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan tranfusi darah), serta dari ibu ke janin atau bayi (perinatal).1
Kota Malang secara kumulatif tercatat hingga September 2010 sebanyak 1.545 kasus diantaranya pada laki-laki sebesar 68,61%, perempuan sebesar 31,39%, transmisi perinatal sebesar 3,88%, usia reproduksi aktif (15-49 tahun) sebesar 88,8%, balita (< 4 tahun) sebesar 1,94% dengan total kematian sebesar 5,44%.2 Jumlah wanita yang terinfeski HIV lebih sedikit dibanding laki-laki namun demikian penderita HIV/AIDS pada usia reproduksi aktif (15-49 tahun) tinggi. Kondisi tersebut berpotensi pada penularan HIV melalui ibu ke bayi cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular dari pasangan sexnya.
Lebih dari 90% kasus bayi yang terinfeksi HIV, akibat penularan dari ibu ke bayi. Di negara maju, risiko seorang bayi tertular HIV dari ibunya sekitar 1-2% karena tersedia layanan optimal pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Tetapi di negara berkembang atau negara miskin, tanpa adanya akses intervensi, risikonya antara 25%-45%.3
Melalui Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2010-2014 ditegaskan kembali bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas dengan strategi meliputi pencegahan terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif, pencegahan terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya dan memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.4-5
Perawatan KIA merupakan pelayanan kesehatan masyarakat terdepan yang menyediakan salah satu jenis pelayanan kesehatan masyarakat bagi wanita. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berada dalam pelayanan KIA mempunyai wewenang dalam memberikan pelayanan kesehatan. melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS). Deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS pada program PMTCT terintegrasi KIA sangatlah penting dilakukan dalam proses penentuan kejelasan status HIV pada ibu yang berkunjung pada pelayanan KIA. Kejelasan status HIV menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan program PMTCT. 5
Melalui wawancara dengan 8 orang bidan di Puskesmas Kota Malang didapatkan beberapa indikator kinerja bidan dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS di puskesmas sebagai berikut : sebanyak 7 orang mengatakan kadang-kadang melakukan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS secara lengkap pada ibu yang berkunjung di pelayanan klinik KIA dan 1 orang mengatakan selalu melakukan kegiatan tersebut secara lengkap.
Menurut teori Gibson (1985), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan prestasi seseorang yaitu variabel individu, organisasi dan psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal.6 Pengetahuan atau ketrampilan sebagai variabel individu dapat diperoleh melalui kegiatan sosialisasi maupun pelatihan. Namun kemampuan pemahaman masing-masing bidan berbeda sehingga tidak menutup kemungkinan berbeda pula pengetahuannya. Usia dan Masa kerja bidan juga bervariasi sehingga pengalaman dalam pemberian pelayanan juga bervariasi.
Variabel psikologis diantaranya adalah sikap, berdasarkan hasil wawancara kepada 8 bidan didapatkan salah satu indikator sikap bidan terhadap deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS yaitu sebanyak 3 orang mengatakan tidak semua orang berisiko menularkan HIV dan sebanyak 5 orang mengatakan semua orang berisiko menularkan HIV. Motivasi bidan sebagai pendorong dalam kinerja dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS yaitu sebanyak 2 orang selalu merasa takut kemungkinan tertular HIV ketika memberikan pelayanan kepada pasien, sebanyak 1 orang sering merasa takut, sebanyak 4 orang kadang-kadang takut dan sebanyak 1 orang merasa tidak takut.
Variabel organisasi diantaranya adalah beban kerja bidan tidak hanya sebagai pelaksana deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS namun masih terdapat tugas lain yang harus diselesaikan. Salah satu indikator beban kerja bidan yang didapat adalah 4 orang mengatakan tidak cukup waktu dalam pemberian informasi HIV/AIDS dan PMTCT dan 4 orang mengatakan cukup waktu. Kegiatan supervisi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Malang tidak secara khusus dilakukan untuk kegiatan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS melainkan secara umum berkaitan dengan pelayanan KIA di puskesmas dengan frekuensi 2 kali dalam setahun. Berdasarkan fenomena tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap kinerja bidan dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS di Puskesmas Kota Malang.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif analitik melalui survey dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara umur, masa kerja, beban kerja, pengetahuan, sikap, motivasi dan persepsi bidan terhadap supervisi Dinas Kesehatan dengan kinerja bidan dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS di Puskesmas Kota Malang dan pengaruh secara bersama-sama umur, masa kerja, beban kerja, pengetahuan, sikap, motivasi dan persepsi bidan terhadap supervisi Dinas Kesehatan terhadap kinerja bidan dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS di Puskesmas Kota Malang.
Populasi penelitian ini adalah bidan yang bertugas di Puskesmas Kota Malang. Tahap dan pengolahan penelitian ini meliputi : pengumpulan data primer dan sekunder, editing, untuk mengecek kelengkapan jawaban-jawaban kuesioner, coding, memberikan penomoran pada responden, scoring, pemberian nilai pada semua variabel, tabulasi yaitu nilai dikumpulkan dan dikelompokkan secara teliti dan teratur ke dalam tabel (distribusi frekuensi dan penyusnan laporan.
Adapun teknik analisa data dalam penelitian ini adalah analsis univariat digunakan untuk menganalisa tiap-tiap variabel sehingga terdistribusi dan dapat diketahui persentase setiap variabel, analisis bivariat digunakan mengetahu hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat (Pearson product moment dan Spearman) dan analisis multivariate (regresi linier ganda) digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data diperoleh diperoleh dari wawancara dan pengamatan dokumen kinerja bidan dalam pelayanan KIA/KB dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Responden dalam penelitian ini adalah bidan di puskesmas kota Malang yang berjumlah 79 responden. Penelitian ini berlangsung pada Desember 2010 hingga Juli 2011.
1. Karakteristik Responden
Seluruh responden mempunyai pendidikan minimal D3 Kebidanan. Hal ini dapat diartikan bahwa seluruh responden telah memiliki pendidikan yang sesuai dengan pekerjaanya. Pendidikan minimal D3 Kebidanan merupakan syarat standar kompetensi bidan untuk dapat melakukan praktek pelayanan kebidanan sesuai dengan Permenkes No. 1464/Menkes/PER/X/2010.
Kemampuan melakukan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS merupakan salah satu kompetensi pada kurikulum pendidikan D3 Kebidanan sehingga bila seseorang telah dinyatakan lulus dalam pendidikan D3 kebidanan berarti telah dianggap mempunyai kemampuan dalam melakukan deteksi dini faktor resiko HIV/AIDS. Kegiatan sosialisasi PMTCT di Kota Malang telah diikuti oleh semua (100%) responden, dimana terdapat penyegaran kembali tentang deteksi dini faktor resiko HIV/AIDS. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa semua responden telah mempelajari kemampuan deteksi dini faktor resiko HIV/AIDS, namun kemampuan seseorang dalam belajar tidaklah sama, sehingga tidak menutup kemungkinan kemampuan masing-masing responden dalam deteksi dini faktor resiko HIV/AIDS berbeda.
2. Analisis Univariat
Kinerja
Kinerja
Gambaran variabel kinerja diperoleh rata-rata persentase kinerja adalah 65,4%. Gambar 1 menunjukkan sebagian besar responden (39,2%) mempunyai kinerja cukup. Walaupun kinerja cukup tetapi dalam hal ini kinerja responden masih dapat dikatakan tidak optimal, karena masih terdapat 35,4% responden dengan kinerja kurang. Kondisi tersebut masih memberikan peluang besar tidak terdeteksinya penderita HIV/AIDS di pelayanan KIA/KB.
Penilaian faktor risiko HIV/AIDS dilakukan dengan cara mengenali siapa saja yang termasuk kelompok berisiko maupun rentan tertular HIV7. Informasi HIV/AIDS dan PMTCT harus diberikan kepada semua pengunjung pelayanan KIA/KB. guna mengubah perilaku pengunjung dari perilaku negatif ke perilaku positif, mengembangkan perilaku dan mempertahankan perilaku sehat yang sudah ada.8 Penawaran VCT kepada setiap pasien yang berkunjung akan mengetahui ketersediaan pelayanan VCT dan manfaatnya. Keberadaan VCT memberikan konseling berkaitan dengan apa yang akan dilakukan pasien berkaitan dengan status HIV yang dimiliki diketahui dan test HIV secara sukarela. Tindakan penawaran VCT secara rutin dalam setiap pelayanan KIA/KB dapat mengurangi stigma HIV/AIDS.
Umur
Rata-rata umur responden 33,3 tahun dengan median 29 tahun. Rentang usia responden berada pada usia produktif, kematangan berpikir dan bertindak seseorang bertambah seiring dengan kedewasaan usia. Berdasarkan kondisi tersebut secara normal pada usia tersebut memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan suatu pekerjaan secara optimal.
Masa kerja
Rata-rata masa kerja responden 10,5 tahun dengan nilai median 6 tahun. Lamanya bekerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas. Menurut Siagian bahwa pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan teknisnya. Semakin lama masa kerja kecakapan seseorang semakin baik karena sudah menyesuaikan dengan pekerjaannya. 9
Sebagai langkah awal pelaksanaan PMTCT, kegiatan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS pada layanan KIA/KB di Puskesmas Kota Malang sudah dijalankan mulai tahun 2008 hingga sekarang. Kondisi ini dapat diasumsikan bahwa sebagian besar responden di Kota Malang sudah melaksanakan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS relatif sama yaitu selama 3 tahun.
Beban kerja
Beban kerja responden mempunyai nilai mean 21,9 dan sebagian besar responden (45,6%) memiliki beban kerja berat. Terlalu banyak yang harus dilakukan atau ketidakcukupan waktu menyelesaikan suatu pekerjaan berkaitan dengan menurunnya motivasi kerja dan meningkatkan keabsenan.6 Setiap pelayanan KIA/KB memerlukan waktu beberapa menit, sedangkan jam kerja pelayanan KIA/KB rata-rata dalam satu hari 8 jam, semakin banyak pelayanan yang harus diberikan dalam waktu 8 jam maka semakin pendek waktu pelayanan yang dapat diberikan sehingga memungkinkan suatu pelayanan tidak dapat diberikan secara utuh sesuai dengan standart prosedur yang ada.
Pengetahuan
Rata-rata persentase jawaban benar untuk variabel pengetahuan adalah 68,5%. Sebagian besar responden (57%) mempunyai pengetahuan dalam kriteria cukup. Pengetahuan diperlukan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sehingga pengetahuan responden tentang deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS haruslah dikuasai bila ingin menyelesaikan pekerjaan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS. Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.10 Selama mengikuti pendidikan D3 Kebidanan dan sosialisasi PMTCT seorang responden telah mendapatkan bekal pengetahuan tentang deteksi dini risiko HIV/AIDS. Namun ternyata masih terdapat responden yang mempunyai kekurangan dalam penguasaan beberapa topik pengetahuan yang mendukung deteksi dini risiko HIV/AIDS.
Persepsi bidan terhadap supervisi Dinas Kesehatan.
Persepsi bidan terhadap supervise mempunyai nilai median 39 dan sebagian besar responden (60,8%) memiliki persepsi terhadap supervisi Dinas Kesehatan dalam kriteria baik. Supervisi merupakan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung untuk mengatasinya. Penguasaan dan penerapan teknik supervisi yang benar merupakan salah satu unsur pokok dalam supervisi, sehingga bila supervisi dapat dilakukan dengan baik akan dapat meningkatkan kinerja.11
Bila supervisi dilakukan dengan baik memberikan manfaat dapat ditemukannya secara awal permasalahan yang mungkin muncul saat pegawai menjalankan tugas, sehingga sesegera mungkin dapat diberikan bantuan pemecahan permasalahan. Keterlambatan bantuan berakibat pada keterlambatan mengatasi masalah yang ada sehingga bekal pegawai dalam menjalankan tugas tidaklah cukup. Supervisi pelaksanaan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS oleh Dinas Kesehatan di Puskesmas Kota Malang dijadikan satu dengan pelaksanaan supervisi pada layanan KIA/KB secara keseluruhan.
Motivasi
Motivasi mempunyai nilai mean 40,5. dan sebagian besar responden (70,9%) memiliki motivasi baik. Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sebagai manajer mempunyai peran lebih menekankan bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Dengan motivasi yang tepat maka para pegawai akan terdorong untuk semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya.
Sikap
Sikap mempunyai nilai mean 39,8. dan menunjukkan sebagian besar responden (67,1%) memiliki sikap dengan kriteria baik. Sikap tersusun atas komponen afektif, kognitif dan perilaku. Komponen perilaku dari sikap berhubungan erat dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak. Perilaku kerja yang ditunjukkan oleh pegawai sesungguhnya merupakan gambaran atau cerminan sikap seseorang. Perilaku ini dapat diubah dengan meningkatkan pengetahuan dan memahami sikap yang positif dalam bekerja. Sikap setuju atau memihak berarti mempunyai sikap positif. Sikap yang baik adalah sikap dimana pegawai mau mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa terbebani oleh suatu hal yang menjadi konflik internal.
3. Analisis Bivariat
Hubungan antara variabel umur, masa kerja, beban kerja, pengetahuan, sikap, motivasi dan persepsi terhadap supervise dengan kinerja bidan dalam deteksi dini factor risiko HIV/AIDS di Puskesmas Kota Malang dapat terlibat pada tabel 1.
Tabel 1
|
Hubungan antara variabel bebas dengan kinerja bidan dalam deteksi dini factor risiko HIV/AIDS di Puskesmas Kota Malang Tahun 2011
|
Variabel bebas
|
Kinerja Bidan
| |
r
|
Sign (p)
| |
Umur
|
-0,101
|
0,375
|
Masa Kerja
|
-0,103
|
0,365
|
Beban Kerja
|
-0,654
|
0,000
|
Motivasi
|
0,752
|
0,000
|
Persepsi supervisi
|
0,810
|
0,000
|
Sikap
|
0,675
|
0,000
|
Pengetahuan
|
0,592
|
0,000
|
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan terdapat hubungan antara beban kerja, motivasi, persepsi supervise, sikap dan pengetahuan dengan kinerja bidan sedangkan umur dan masa kerja tidak terdapat hubungan.
Tidak terdapat hubungan antara umur dengan kinerja bidan. Produktifitas akan merosot dengan makin tuanya seseorang, ketrampilan seorang individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu.12 Rentang usia responden berada pada usia produktif, kematangan berpikir dan bertindak seseorang bertambah seiring dengan kedewasaan usia. Pelayanan deteksi faktor risiko HIV/AIDS lebih mengutamakan keahlian dalam melakukan pendekatan personal daripada keahlian motorik, sehingga responden tidak menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok secara fisik dalam pemberian pelayanan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS. Keadaan inilah yang memberikan peluang bahwa umur tidak berhubungan secara bermakna dengan kinerja dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS.
Hubungan masa kerja dengan kinerja bidan.
Tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kinerja bidan. Menurut pendapat Siagian dimana pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan teknisnya.9 Masa kerja berkaitan erat dengan pengalaman yang didapat selama menjalankan tugas. Pelaksanaan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS pada layanan KIA/KB di Puskesmas Kota Malang mulai dilakukan pada tahun 2008. Sebagian besar responden mengawali pelaksanaan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS relatif bersamaan waktunya, dengan pegalaman yang sama maka kinerja juga sama pula. Tetapi hasil penelitian menunjukkan kinerja responden bervariasi. Keadaan ini dapat terjadi karena kemampuan seseorang untuk belajar dari pengalaman adalah tidak sama.
Hubungan beban kerja dengan kinerja bidan.
Terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan kinerja bidan. Beban kerja yang berlebihan akan berkaitan dengan menurunnya motivasi kerja dan meningkatnya keabsenan.6 Beban kerja yang dimiliki responden secara keseluruhan termasuk dalam kriteria berat. Beban kerja berat menunjukkan terlalu banyak yang harus dilakukan atau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Pelayanan kesehatan yang diberikan responden kepada setiap pengunjung membutuhkan waktu, semakin banyak pengunjung yang harus mendapat pelayanan maka semakin banyak pula waktu yang dibutuhkan. Jam kerja pelayanan KIA/KB setiap hari adalah terbatas (8 jam), sedangkan responden harus memberikan pelayanan kepada semua pengunjung KIA/KB sehingga kondisi ini mendukung terjadinya kualitas pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur pelayanan termasuk salah satunya pelayanan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS belum secara keseluruhan sesuai dengan prosedur.
Hubungan pengetahuan dengan kinerja bidan.
Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kinerja bidan. Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada persyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu.12 Pengetahuan merupakan kemampuan intelektual yang dimiliki responden. Pengetahuan tentang deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS diperlukan responden dalam melaksanakan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS. Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.10 Pengetahuan responden tentang deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS diperoleh dari belajar ketika masa pendidikan D3 Kebidanan dan sosialisasi PMTCT.
Hubungan persepsi bidan terhadap supervisi Dinas Kesehatan dengan kinerja bidan.
Terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi bidan terhadap supervise dengan kinerja bidan. Supervisi merupakan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan, bila ditemukan masalah segera dapat diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung untuk mengatasinya.11 Tujuan supervisi adalah untuk meningkatkan penampilan dari petugas kesehatan secara berkesinambungan. Seberapa keras seseorang berusaha bila tidak diarahkan kepada pencapaian tujuan maka tidak akan tercapai kinerja yang diinginkan. Dengan bantuan supervisor dalam memberikan arahan dan menggerakkan semua sumber daya maka tujuan yang telah disepakati akan tercapai.
Hubungan motivasi dengan kinerja bidan.
Terdapat hubungan yang bermakna antara motive dengan kinerja bidan. Menurut Gibson, 1985 mengatakan bahwa motivasi sebagai semua kondisi yang memberikan dorongan dari dalam seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemamuan, dorongan atau keadaan dalam diri seseorang yang mengaktifkan atau menggerakkan. Dengan motivasi yang tepat maka seorang pegawai akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya.6
Hubungan sikap dengan kinerja bidan.
Terdapat hubungan antara sikap dengan kinerja bidan. Komponen perilaku dari suatu sikap berhubungan erat dengan kecenderungan seseorang bertindak, perilaku kerja atau kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai sesungguhnya merupakan gambaran atau cerminan sikap seseorang, apabila sikap itu positif sejak awal dikembangkan oleh individu maka perilaku kerja yang timbul adalah baik, dengan perilaku kerja yang positif maka akan mewujudkan kinerja yang tinggi.13
Sikap responden merupakan pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan mengenai pelaksanaan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS. Sikap positif responden hanya pada beberapa aspek saja sehingga kegiatan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS tidak semua dikerjakan sesuai dengan prosedur yang ada, dengan kata lain sikap positif haruslah dimiliki pada semua aspek agar responden melaksanakan deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS sesuai dengan prosedur.
4. Analisis Multivariat
Analisis regresi linier ganda dilakuan dengan metode enter dengan hasil terlihat pada tabel 2.
Tabel 2
|
Model regresi linier
|
Model
|
Beta
|
Sig
|
Adjusted R Square
|
(Constant)
|
-23,082
|
0,000
|
84,0%
|
Beban kerja
|
-0,386
|
0,001
| |
Motivasi
|
0,563
|
0,000
| |
Sikap
|
0,300
|
0,001
| |
Persepsi Supervisi
|
0,529
|
0,000
|
Berdasarkan uji F=103,187 p=0,000<0,01, maka secara bersama-sama beban kerja, motivasi, sikap dan persepsi bidan terhadap supervisi Dinas Kesehatan berpengaruh terhadap kinerja. Persamaan regresi linier y = -23,082 + (-0,386 beban kerja) + (0,563 motivasi) + (0,300 sikap) + (0,529 persepsi supervisi) + e. Berarti 84,0% bervariasinya kinerja disumbang beban kerja, motivasi sikap dan persepsi bidan terhadap supervisi Dinas Kesehatan, sisanya disumbang variabel lain dan kesalahan sebesar 16,0%.
KESIMPULAN
Faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan adalah beban kerja, pengetahuan, persepsi terhadap supervisi Dinas Kesehatan, motivasi dan sikap. Variabel yang berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja adalah beban kerja, persepsi bidan terhadap supervisi dinas kesehatan, motivasi dan sikap. Variabel yang berpengaruh paling besar adalah motivasi.
Dalam upaya meningkatkan kinerja bidan dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS sebuah organisasi tidak dapat lepas tangan begitu saja. Peran organisasi sangatlah besar dalam hal ini diantaranya adalah pengaturan beban kerja yang optimal, peningkatan motivasi, sikap dan melakukan supervisi secara berkesinambungan. Dengan kata lain walaupun seorang bidan telah diberikan berbagai pelatihan yang menunjang upaya peningkatan kinerja dalam deteksi dini faktor risiko HIV/AIDS namun peran organisasi masih terus dibutuhkan untuk memonitor perkembangannya salah satunya melalui supervisi secara berkesinambungan.
KEPUSTAKAAN
1. AIDS. 2011. (Accessed 31 Januari, 2011, at http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS.)
2. Dinkes. Profil Dinas Kesehatan Kota Malang. Kota Malang: Dinkes Kota Malang; 2010.
3. Kemenkes. Pedoman Nasional Manajemen Program HIV dan AIDS. Jakarta: Diretorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan; 2010.
4. Depkes. Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi-Prevention of Mother to Child HIV Transmission. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
5. Dinkes. Buku Pedoman Prosedur Tetap PMTCT Community Based. Surabaya: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur; 2009.
6. Gibson. Organisasi Perilaku-Struktur-Proses. 5 ed. Jakarta: Erlangga; 1996.
7. Depkes.RI. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006.
8. Notoadmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
9. Siagian PS. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Bina Aksara; 1989.
10. Notoadmodjo S. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta; 2005.
11. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara; 1996.
12. Sunarto. Perilaku Organisasi. 2 ed. Yogyakarta: Amus dan Grafika Indah; 2004.
13. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. 2 ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar